Jumat, 03 Februari 2012

Rokok dan hasil cukai

MUI memutuskan haram merokok. terus bagaimana dengan cukai rokok ? haramkah?
Terus bagaimana dengan uang APBN ? haramkah?
Terus bagaimana dengan gaji PNS? haramkah?
Jika sumbernya haram, apakah bisa mengeluarkan hasil yang tidak haram?

Berikut beberapa kutipan berita dari media :


NU Anggap Fatwa Haram Rokok dan Golput Kelewatan
JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) tidak sependapat dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan rokok bagi orang-orang dengan kriteria tertentu. PB NU berketetapan merokok hanya diberi fatwa makruh (dianjurkan untuk dihindari).
”Kalau di NU, dari dulu sampai sekarang, (merokok) itu hukumnya makruh, tidak sampai haram,” ujar Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi setelah mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka Rapimnas Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa di Taman Mini Indonesia Indah kemarin (26/1).
Menurut Hasyim, NU menganggap terdapat relativitas dampak rokok terhadap kesehatan sehingga tidak bisa langsung dinyatakan haram seperti minuman keras atau daging babi. ”Bahayanya (rokok) itu relatif, tidak signifikan seperti minuman keras. Orang yang merokok juga punya relativitas. Ada yang kalau merokok, pikirannya jadi terang. Tapi kalau orang sakit TBC yang merokok, bisa langsung game,” ujarnya.
Karena tidak hadir dalam pertemuan Komisi Fatwa MUI di Padang, Hasyim tidak mengetahui dasar pemikiran putusan fatwa tersebut. Namun, dia melihat tidak ada pembatasan usia bagi remaja atau anak-anak untuk merokok. ”Fatwa MUI ini kan tidak ada (batasan) tahunnya, sampai umur berapa disebut anak-anak atau remaja. Itu kan repot,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat Azyumardi Azra menilai tidak ada hal baru dalam fatwa MUI. Mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah itu menilai fatwa merokok tersebut kompromistis karena tidak berlaku untuk semua kalangan.
Bahwa merokok harus pada tempatnya, tidak boleh di depan publik, tidak boleh anak-anak merokok, tidak boleh wanita hamil merokok, menurut dia, itu sudah ada aturannya. Bahkan, Pemprov DKI Jakarta sudah mengatur pakai perda walau tidak berjalan.

Fatwa Golput
Hasyim juga merespons fatwa MUI yang mengharamkan golongan putih (golput), yakni masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Menurut Hasyim, PBNU justru membebaskan penggunaan hak pilih umat Islam. Menurut dia, setiap warga negara berhak menentukan pilihan tanpa harus dibatasi fatwa. “Golongan putih itu sendiri-sendiri seleranya. Kami nggak bisa nyalahin,” katanya.
Meskipun menolak fatwa haram golput, Hasyim menegaskan, NU juga tidak sepakat bila ada anjuran tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu mendatang. Sebelumnya, Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa, Abdurrahman Wahid, menyerukan golongan putih dalam pemilu mendatang.
Hasyim menilai ajakan untuk tidak menggunakan hak pilih adalah tindakan destruktif. “Kalau sudah gerakan meniadakan proses pemilu, saya kira itu tidak benar. Tapi juga ndak usah ditarik ke haram, itu sudah tidak benar,” ujarnya.
Senada dengan Hasyim Muzadi, Ketua Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan, seperti rokok, soal tidak memilih dalam pemilihan umum, tidak bisa dibuat fatwa halal atau haram.
Ia mengatakan golput alias tidak ikut pemilihan umum, merupakan pilihan seseorang. Kalau merasa tidak cocok, wajar saja dia tidak memilih. “Begitu juga soal rokok, menurut saya tidak bisa difatwakan halal atau haram sebab akan ada konsekuensi hukumnya,” katanya.
Penolakan fatwa MUI juga datang dari daerahm salah satunya dating dari Kudus, kabupaten di Jawa Tengah yang menjadi salah satu sentra produksi rokok di Indonesia. “Kami menolak rokok difatwakan haram oleh MUI. Masalahnya sangat komplek, sehingga dampaknya akan sangat mengkhawatirkan” ujar Ketua DPRD Kudus, Asyrofi Masitho kemarin.
Saat ini di Kudus terdapat 15 pabrik rokok yang tergabung dalam, dengan 95 ribu karyawan dan FPRK, serta tak kurang dari 120 ribu orang pekerja. “Sehingga, bila fatwa itu dikelaurkan, maka tidak saja membuat industri rokok gulung tikar tetapi juga berdampak pada nasib karyawan,” tambahnya.
Pesimisme juga dating dari kalangan akademis yang selama ini mendukung gerakan antirokok. Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menilai fatwa haram rokok dengan empat kriteria yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia hanya berdampak kecil terhadap pengurangan konsomsi rokok. “Kecuali ada larangan untuk lelaki dewasa, itu dampaknya besar,” jelasnya. Lelaki perokok dewasa diperkirakannya berjumlah sekitar 80 persen dari total konsumsi. Selain itu orang bisa saja merokok lebih banyak di rumah daripada di tempat umum. Akibatnya konsumsi rokok tetap tinggi.
Adapun sasaran ibu hamil, lanjutnya, tidak signifikan karena perokok wanita dewasa saja hanya 4 persen. “Yang hamil lebih sedikit lagi.” Begitu pula anak-anak. Anak-anak, karena tidak punya pendapatan, maka konsumsi rokoknya tidak mempengaruhi pendapatan industri rokok.
Namun, fatwa Majelis tersebut diakuinya bagus untuk mencegah anak mencoba merokok. “Bisa jadi landasan orang tua untuk melarang anaknya,” tambahnya,” Dengan catatan semuanya dipatuhi.”
Ia melihat banyak fatwa yang dikeluarkan majelis dianggap sebelah mata oleh masyarakat seperti bunga bank, menonton acara hiburan. Akibatnya fatwa jadi sia-sia. Namun, paling tidak diakuinya Majelis sudah peduli pada kesehatan masyarakat.

Seperti kita ketahui, gaji para PNS berasal dari dana APBN / APBD yang berasal dari berbagai sumber. Mulai Pajak, Cukai, dan pendapatan negara lain lain. Beberapa waktu yang lalau MUI telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan merokok. Saya berfikir otomatis, jika merokok haram apakah uang hasil dari rokok juga haram? Jika begitu bagaimana dengan hukum Cukai Rokok? Apakah haram juga?. Ah, mungkin dari petikan sumber berikut bisa sedikit menjelaskan permasalahan tersebut……

Para ulama telah membagi pemanfaatan harta haram menjadi dua :

1. Apabila harta tersebut seluruhnya adalah haram yang tidak bercampur dengan sesuatu yang halal maka sudah semestinya harta yang seperti ini dijauhkan, tidak bermuamalah dengan pemilik harta yang seperti ini baik menjual, membeli, menerima hadiah atau meminjam darinya. Dan sesungguhnya mengambil sesuatu dari harta yang haram adalah haram karena Allah swt apabila mengharamkan sesuatu maka Dia juga mengharamkan harganya dan membantu suatu kemaksiatan adalah maksiat.

2. Apabila harta yang dimiliki seseorang telah bercampur antara yang haram dan yang halal maka telah terjadi perbedaan para ulama didalam membolehkan seseorang untuk berinteraksi dengan pemiliknya. Sebagian mengatakan dibolehkan apabila yang dominan pada harta itu adalah yang halalnya dan diharamkan apabila yang haram lebih dominan daripada yang halal.

Sementara sebagian ulama lainnya memakruhkannya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir bahwa Rasulullah saw bersabda,”… Maka barangsiapa yang bisa menjaga diri dari yang syubhat maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang jatuh kedalam syubhat maka dia telah jatuh ke dalam yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (ternaknya) disekitar daerah larangan yang dikhawatirkan akan masuk kedalamnya.”

Hadits ini memberikan dalil bahwa keberadaan harta haram yang bercampur dengan harta yang halal memunculkan syubhat didalam bermuamalah dengan pemiliknya serta dapat menjatuhkannya ke dalam harta yang haram dan apabila ada kesyubhatan didalam muamalah dengan harta yang haram maka lebih utama bagi seorang muslim untuk menjaga diri dan kehormatannya serta meninggalkan muamalah ini karena dikhawatirkan akan jatuh kedalam yang haram tanpa disadarinya. (www.islamweb.net)

Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ali ra bahwasanya Rasulullah saw pernah menerima hadiah dari Kisra, Kaisar dan juga para raja.

Imam Syafi’i didalam pendapatnya yang lama menyebutkan bahwa Abu Sofyan bin Harb pernah menghadiahkan kepada Rasulullah saw lauk pauk dan beliau saw menerimanya dan Penguasa Iskandaria pernah menghadiahkan kepada beliau saw Marya—Ibu Ibrahim—dan beliau pun menerimanya.

Disebutkan didalam kitab “Musykil al Atsar Lith Thahawi” telah bercerita kepada kami Ali bin Abdurahman, telah bercerita kepada kami Yahya bin Main, telah bercerita kepada kami Zaid bin al Habab, telah bercerita kepada kami Mindil bin Ali dari Muhammad bin Ishaq dari Zuhri dari Ubaidillah bin Adullah dari Ibnu Abbas ra berkata,’Muqoiqis, penguasa Mesir pernah menghadiahkan Rasulullah saw sebuah gelas dari kaca dan beliau pun meminum darinya.”

Tidak disangsikan lagi bahwa didalam harta orang-orang Musyrik yang telah memberikan hadiah-hadiahnya kepada Rasulullah saw tidaklah sepenuhnya halal, akan tetapi sudah bercampur dengan sesuatu yang diharamkan oleh syariat. Namun demikian Rasulullah saw menerima pemberian itu semua bahkan ada sebagiannya yang dimanfaatkan oleh beliau saw.

Imam Suyuthi menyebutkan bahwa bermuamalah dengan pemilik harta yang sebagian besarnya adalah haram pada asalnya dibolehkan akan tetapi makruh selama dia tidak mengetahui bahwa harta itu haram, demikian pula menerima pemberian dari penguasa yang ditangannya lebih banyak yang haramnya. (al Asbah wa an Nazhoir juz I hal 196)

Imam Ghazali mengatakan bahwa apabila sesuatu yang haram yang tidak bisa diperkirakan telah bercampur dengan yang halal yang tidak bisa diperkirakan, seperti hukum harta pada zaman kita ini maka tidaklah diharamkan mengambil sesuatu darinya selama harta itu mengandung yang halal dan haram kecuali ada bukti terhadap harta itu yang menunjukkan bahwa ia adalah haram. Dan apabila didalam hartanya itu tidak ditemukan bukti yang menunjukkan keharamannya maka meninggalkannya merupakan diantara sifat wara’ meskipun mengambilnya adalah halal dan orang yang memakannya tidaklah dianggap fasiq. (Ihya Ulumuddin juz II hal 117)

Sebagian ulama juga menambahkan hendaknya setiap orang yang ingin memanfaatkan harta yang didalamnya terdapat percampuran antara yang halal dan yang haram itu meniatkan didalam dirinya untuk memanfaatkan bagian yang halal dari harta itu.

Bagaimana dengan para PNS terutama di lingkungan keagamaan (DEGAP) ??
Jika mengacu pada Imam Ghazali kan sudah jelas….
Apakah akan terus memakan harta yang bercampur aduk…………?????

Wallahu A’lam

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

 

blogger templates | Make Money Online