Jumat, 27 Mei 2011

Pnedakian solo sindoro sumbing

Pati 23 mei 2011

jam 15.10

setelah mendapatkan semua persiapan dengan tekad ku pacu motor honda grand ku menuju tempat yang aku tuju yaitu DS CampurAnom Kec Bansari Kab Temanggung. tepat jam 10 malam aku sampai di tempat tujuanku, di sini aku di sambut ramah oleh orang tua temanku, walaupun aku tahu serasa ada yang kurang karena senin pagi temanku sudah berangkat kuliah di UNES.

Temanggung 24 mei 2011

setelah di terima dengan baik pagi harinya ku mulai perjalananku ke arah desa Kledung (Base camp Sindoro)dari sini aku mendapatkan banyak informasi tentang pendakian sindoro, dengan biaya regirtrasi 8000 + ongkos parkir pendakian penduduk sekitar mampu di tempuh 6 jam sedangkan pendaki biasa 7-8 jam dan jalan pulang sekitar 4jam. di sinilah mulai kesalahanku dan sedikit kesombonganku, yaitu (mungkin aku bisa kurang dari 6 jam ) setelah semuanya siap aku segera berangkat melewati ladang pertanian dengan membawa parang yang telah aku pinjam (di khawatirkan kawanan berandal antara pos 2-3) jalanan masih berbatu hingga mulai memasuki hutan cemara setelah berjalan agak lama tibalah di pos 1 di sini aku mulai berjalan dan yang kulihat adalah jalan ke arah atas, setelah berjalan kurang lebih 500 meter aku mulai curiga, jalan mulai menyempit, tak kutemukan sisa sisa sampah pendaki (materi yang di ajarkan lik sus) karena semua itu aku langsung turun dan kembali ke pos 1 dan benar dugaanku bahwa jalanku salah, mungkin ini peringatan karena rasa sombongku ketika di awal tadi. stamina kurang dan mental mulai drop, tetapi aku tetap semangat untuk menaiki sindoro. setengah dari jalan pos 1 menuju pos2 tak terlalu menanjak dan setengah terakhir menuju pos 2 baru menanjak. pos 2 ke arah pos 3 adalah jalanan yang cukup terjal. setelah sampai di pos 3 jalanan menuju pos 3 - puncak merupakan jalanan yang sangat terjal dengan jalan seperti puncak 29 (Muria) sedikit2 berhenti. setengah juam sebelum puncak sempat ku saksikan sesuatu yang luar biasa, yaitu pada punggungan sindoro mengeluarkan asap dan mengeluarkan suara bergemuruh, mungkin itu adalah pemandangan langka.setelah menyaksikan hal itu aku melanjutkan perjalananku di sini seekor burung jalak mengikutiku hingga mencapai puncak.

puncak sindoro 3153 Mdpl telah memberiku banyak pelajaran tentang hidup, mungkin ada benarnya mendaki seorang diri dalam kesunyian adalah wujud dari pencarian jati diri tentang keberadaan diriku mengapa aku di ciptakan dan mengapa menadangan di sekitar sindoro juga di ciptakan. sebagai wujud sesuatu yang saling berkaitan. setelah sejenak mengambil gambbar ku putuskan untuk turun perjalanan turun sejenak mengingatkanku pada perjalanan turun di puncak sapto (muria), perjalanan turun cukup melelahkan hingga pass waktu maghrib sampai di perbatasan ladang milik petani dan hutan, jadi aku sampai kembali di pos base camp pukul 18.45

setelah dari pos aku membeli sandal baru karena sandals yang lama putus, malamnya aku membeli peta sumbing dan kembali ke rumah kawanku, kembali aku di sambut dengan hangat oleh keluarganya.

25 mei 2011

setelah dengan berbagai pesiapan aku segera menuju basecamp sumbing di sini aku registrasi senilai 3000 rupiah setelah itu motor aku bawa naik hingga ke rumah penduduk yang terakhir (jalur baru) di sini seperti biasa ilmu sosped aku terapkan :P di rumah pak suyanto dan di sini tinggal anak dan cucunya. setelah beramah tamah sebentar aku langsung pamit untuk menaiki sumbing. awal perjalanan hutan bambu barulah melewati ladang penduduk dengan track tanjakan di awal cukup melelahkan hingga sampe di pos boswiesen (pos 1) ketika aku mendaki sumbing di awal aku jadi teringat pendakian Rahtawu karena bebatuan dan medan nya hampir sama hanya beda di pinusnya.(sapto=sindoro, Rahtawu=Sumbing) dari pos 1 ke pos 2 jalan agak membosankan karena lurus, naik dan di bagian atas terhalang oleh semak di sertai hingga pinus bagian atas. setelah sampe di pos 2 agak ke atas sedikit di situ ada tugu peringatan yang telah meninggal di bawah pohon besar. di atas pohon itu jalur mulai menanjak dengan tanjakan yang ngetrack + licin jadi perlu hati2. hingga 1 km barulah sampai di pestan, di pestan ini jalan licin dengan krikil tajam siap menghadang hingga pasar watu (pasar setan) di sini ada larangan tak boleh mengeluh, sejenak aku mengeluh sebe'ntar?(lupa) dengan tertatih-taih hingga sampailah di pasar watu(tembok besar menjulang hingga watu kotak paling atas.) dari pasar watu jalan belok ke kiri menurun dan jalur tembok miring siap menanti (seperti ketika naik rahtawu) hingga sampai bagian watu kotak paling atas. di sini karena kecapekan ku putuskan istirahat dan aku bermalam di sini.

di sinilah saat2 penderitaanku tentang kedinginan terulang, di ketinggian sekitar 3000 mdpl di malam hari sekitar jam 02.00 ku saksikan semua yang aku rasakan dan aku lihat. angin berhembus kencang, bintang terlihat gemerlapan, muncul bulan sabit di belakang puncak dan sejenak kulihat bagian bawah tampak kerlap-kerlip lampu bersinar terang. hawa dingin tetap menyeang((gak bawa SB or ponco) sejenak aku merenung dan mengingat semua yang telah aku peroleh BAHWA MANUSIA TAKKAN BISA MENAHLUKAN ALAM YANG ADA MANUSIA HARUS BERTAHAN DARI GANASNYA ALAM. kemudian di lanjutkan DENGAN SEBUAH TEKAD, KEYAKINAN DAN KEBERANIAN AKU AKAN MEMELUKMU SUMBING DALAM DINGINYA ALAMU. setelah merenungi itu semua sampai pagi aku tetap terjaga sambil mengingat cerita2 masalalu dengan kawan2 yang membahagiakan.

jam 06.30 aku bersiap untuk ke puncak, jalan masih terjal hingga aku melihat Edelweish yang telah mekar hingga aku memiliki semangat untuk naik lagi dengan di temani seekor jalak persis seperti di sindoro dan lawu dulu. setelah sampai di puncak ku saksikan semua kawah berwarna putih dengan bau busuk belerang menyengat dengan berbagai keindahanya sejenak aku merenung dan mengumandangkan Adzan dan aku mulai merasakan angin semilir meniupku.

3.371 mdpl menjadi saksi perenunganku semalam suntuk

10 menit di atas ku putuskan untuk turun, dengan sisa-sisa tenaga yang ada aku menuruni Sumbing hingga rumah penduduk jam 11.30.

Perjalanan pulang (Dieng, Rencana Perahu, Alas Karang Kobar, Hutan Gerlang dengan misterinya)

sejenak setelah turun aku melanjutkan untuk pulang entah pikiran apa yang membawaku hingga ke arah wonosobo dan akhirnya terdampar di dieng. di sini aku melihat puncak perahu dengan tower di atasnya, dari informasi penduduk jarak pendakian perahu adalah 4km dan perjalanan 2-3 jam. hm...... tetapi aku mengurungkan niatku, karena aku sudah lelah setelah turun dari sumbing, perjalanan ku lanjutkan dengan pemandangan kiri kanan asap mengepul(kawah) dan mendung hitam. barulah ada jalan menuju kab batang ku lewati jalur itu ketika aku memasuki wilayah hutan aku melihat sesuatu hutan itu masih asli tertuliskan KPH Karang Kobar dengan sebelah kanan jalan hutan rimbun dan sebelah kiri berupa ladang. aku tetap bersyukur menyaksikan hutan itu.

perjalanan selanjutnya menuruni bukit di sini aku memasuki desa Gerlang Kec Blado Kab Batang dengan jalan rusak dan sangat parah, aku menuruni bukit dan memasuki wilayah hutan yang lain dari pada yang lain. di sini kurasakan pohon besar2 dengan semak yang sangat rapat, kabut tebal dengan suara berbagai hewan hutan. mungkin di jawa hanya sebagian kecil hutan seperti ini yang tersisa. di balik Jalanan yang Jelek di hutan ini menyimpan misteri keindahanya.

jam 06.00 aku sampai di alas sroban dan jam 10.30 sampai di Pati

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

 

blogger templates | Make Money Online